Hidup Ini Hanyalah Titipan Ilahi

Aku melatih diri untuk berkata bahwa “aku tidak mengorbankan apa pun dalam hidup ini”. Sebab semua yang ada padaku hanyalah titipan. Baik tubuh, waktu, kemampuan, harta, istri dan anak-anak. Semua hanya dipercayakan padaku untuk aku kelola dengan baik.
Maka, seharusnya aku memakan makanan terbaik, meminum minuman terbaik, tidur pada waktunya, bekerja pada porsinya, olah raga secukupnya, menghirup udara terbaik, menggunakan uang seperlunya, memaksimalkan semua kemampuanku untuk bermanfaat dan menolong sesamaku, mencintai istri dan anak-anakku, memenuhi kebutuhan fisik dan mental mereka, memperhatikan sesama semampuku apa pun kondisi dan agama mereka.
Kalau suatu saat salah satu atau semua titipan itu ditarik, berarti kesempatanku mengelolanya sudah berakhir. Berarti aku sudah dibebastugaskan. Berarti tugasku sudah selesai. Berarti sudah waktunya aku menjalankan tugas yang lain: tidur panjang atau berpulang.
Ketika ada sesamaku yang menggosipi atau menebar keburukanku, aku tak akan marah karena aku tak akan tersakiti sebab sesungguhnya dia sedang menyakiti dirinya sendiri, malahan aku akan bersedih dan berkata “Akh, kasihan sekali kau teman, mengapa engkau kotori mulutmu dengan hal-hal tak penting?” Dan aku akan berterima kasih padanya karena dia sudah memberi aku waktu untuk mengoreksi diri dan berbenah agar kedepannya aku lebih baik.
Ketika aku sedang dalam perjalanan, lalu ada mobil lain yang dengan kasar menyerobot jalurku, aku berkata, “Dia sedang terburu-buru, semoga dia terhindar dari kecelakaan.”
Ketika aku kehilangan sebuah mobil dari garasi dimana garasi itu dalam keadaan terkunci rapih, aku berkata, “Dia lebih membutuhkannya, mungkin anak istrinya sedang kelaparan, semoga dia tidak melakukan hal yang sama di kemudian hari”.
Ketika tagihanku tidak dibayar pelanggan padahal aku sudah melakukan apa yang bisa kulakukan dengan baik untuk menagihnya, aku berkata, “Dia sedang tidak punya uang untuk membayarku, biarlah dia dan seisi rumahnya kelak berkelimpahan, biarlah aku mendapat untung dari pelanggan lain.”
Ketika bisnisku harus tutup padahal aku sudah melakukan yang bisa kulakukan, aku berkata, “Sudah waktunya aku berbenah dan belajar dari kegagalan, aku tak perlu meratap dan meneteskan air mata, sebab masih ada kesempatan dan peluang lain.”
Ketika tubuhku sakit dan tak kunjung sembuh padahal aku sudah melakukan apa yang bisa kulakukan, aku berkata, “Mungkin aku harus lebih bersabar dan terus belajar tersenyum walau tubuhku sakit, ini waktunya aku belajar bermanfaat bagi sesama walau seharusnya aku yang dikasihani, lewat kesempatan ini aku semakin menyadari betapa berharganya hidup, lewat kondisi ini aku semakin mengerti bahwa apa pun yang kutabur di masa lalu akan kutuai hari ini atau besok, mungkin lewat kondisiku ini aku menjadi saksi hidup untuk mengamarkan sahabat-sahabatku agar lebih bersemangat menghargai dan mengurus tubuhnya agar tetap sehat.”
Itulah hidupku, hanya titipan dari Sang Pemberi hidup. Aku tak punya kuasa atasnya, aku hanya pengelola. Maka kewajibanku hanya mengelolanya dengan sebaik-baiknya.

Comments

Popular posts from this blog

Berhentilah Membenci Pemarah

Sepuluh Tips Agar Tahan Lama Di Atas Ranjang

Mengakui Yesus Kristus